Rabu, 26 Januari 2011

WAKTU....


Kadangkala saat kita tertawa seperti ini, kita tidak tahu apakah tawa kita akan terus berlanjut sampai renta?

Ketika kusadari dan semakin ku menyadari, bahwa momen yang indah ini tak akan pernah terulang kembali. Yah setidaknya tidak akan sama persis. Walaupun kita ingin mengulangnya lagi, rasanya tetap akan berbeda. Karena manusia berkembang. Waktu terus bergulir. Dan sang waktulah yang membunuh semua kebersamaan ini dengan sebuah samurai perpisahan. Terkadang aku merasa bahwa waktu sama tidak adilnya dengan kesedihan. Di saat kita merasakan hangatnya kekeluargaan dengan perasaan yang selalu berbunga setiap saat, waktu telah merenggut semua itu dan menggantikannya dengan  kesedihan, dan kesedihan dengan sukarelanya hadir memberikan beribu airmata, menghapuskan pendar warna yang selalu terlihat di setiap kebersamaan kami.
Oh sang waktu, tidakkah kau melihat kami bisa menjadi kuat, hanya karena engkaulah yang menyatukan kami, kaulah yang memberikan kami ruang untuk bisa saling tersenyum menghangatkan, tapi kini kau jualah yang mencurinya kembali. Kali ini yang kau berikan hanyalah rasa kehilangan. Kau kosongkan hati ini, membuatnya dingin, pada akhirnya membeku. Jika kau berikan aku kesempatan untuk meminta, dapatkah kau menghadirkan kembali senyum yang dapat mencairkan hati yang telah lama kurasa sunyi? Kumohon jangan berkata ‘tidak mungkin’, karena itu kata yang paling tidak ingin kudengar. Hal-hal yang berjalan di hidupku saat ini selalu berotasi pada kata itu. Ketika aku mencoba meyakini sesuatu, ia datang menghancurkan rasa optimisku, menjadikanku manusia skepstis yang tak mampu hidup tegak dengan rasa percaya diri.
Waktu… dulu, saat aku masih bisa tertawa lepas dan ceria dalam kehangatan kami, tidak pernah aku berprasangka buruk padamu, bahwa kau akan merebutnya secara paksa dan memvonisku untuk merasakan kehilangan dan penyesalan yang amat sangat. Pahit. Jika kau mengerti, waktu.. tak akan pernah ada rasa sesal di hati ini bila kau pun tak memberiku kebebasan untuk melakukan hal bodoh. Tapi bukankah untuk itu pula kau diciptakan oleh Sang Maha Pencipta? Karena tanpa kau, keabadian semu tetap ada. Tak berubah.
Ada kalanya dalam raguku ingin berteriak. Karena aku cukup lelah menghadapi ini semua. Perputaran waktu yang semakin cepat, namun keadaanku yang stagnan, kerinduanku pada kehangatan, penyesalanku terhadap masa lalu, semuanya bercampur menjadi potongan-potongan puzzle yang berserakan dan tak pernah menjadi utuh, karena akupun tak menginginkannya.
Waktu… aku selalu berusaha menghindar dari kalimat ‘penyesalan’, tapi kenapa kau selalu mempertemukanku dengannya? Waktu
Jika kau mau menebusnya, suatu saat, kumohon pertemukan kami kembali...